tribratanews.lampung.polri.go.id. Lampung – Subdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Lampung dan Unit Tipidkor Satreskrim Polres Lampung Timur menangkap Ilhamnudin buronan kasus dugaan tindak pidana korupsi Bendungan Margatiga.
Ilhamnudin, yang telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) selama lebih dari setahun, ditangkap pada 30 Oktober 2024 di sebuah rumah di Kecamatan Sekampung, Kabupaten Lampung Timur.
Rumah ini diketahui milik istri mudanya, tempat di mana pelaku kerap bersembunyi untuk menghindari kejaran petugas.
Dalam operasi ini, aparat mengepung lokasi dan memastikan semua akses pelarian tertutup, membuat Ilhamnudin tak berkutik saat digelandang menuju markas kepolisian.
Modus Korupsi dan Peran Ilhamnudin
Dirreskrimsus Polda Lampung Kombes Pol Donny Arief Praptomo menjelaskan, kasus korupsi ini berakar dari proyek strategis nasional, Bendungan Margatiga, yang pembangunannya berlangsung di Desa Trimulyo, Kecamatan Sekampung.
Bendungan tersebut bertujuan untuk mengatasi krisis air di wilayah Lampung Timur dan sekitarnya, dengan pengadaan lahan sebagai komponen vital.
Proyek ini mengalokasikan dana besar untuk pembebasan tanah, sehingga menciptakan celah bagi berbagai praktik korupsi, termasuk yang didalangi oleh Ilhamnudin.
Peran Ilhamnudin dalam skema korupsi ini terbilang krusial. Ia terlibat langsung dalam manipulasi data dan proses pengadaan lahan.
"Modus yang digunakan melibatkan upaya menitipkan tanam tumbuh yakni, pohon dan tanaman produktif ke lahan milik warga terdampak proyek," kata dia saat konferensi pers di Mapolda Lampung, Selasa (19/11/2024).
Selain itu, Ilhamnudin diduga menggunakan blangko sanggah (dokumen keberatan) untuk menggelembungkan jumlah tanam tumbuh yang diklaim ada di lahan tersebut.
Skema ini tidak hanya memperbesar jumlah kompensasi yang diterima, tetapi juga menciptakan kerugian keuangan negara yang besar.
Kerugian Negara dan Barang Bukti
Berdasarkan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Lampung, korupsi ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 43,4 miliar.
Angka yang mencengangkan ini merupakan akumulasi dari pembayaran kompensasi yang tidak sesuai dengan realitas di lapangan, termasuk klaim fiktif yang diajukan oleh Ilhamnudin dan pihak-pihak yang bekerja sama dengannya.
"Penyidik berhasil menyelamatkan sebagian uang negara, sebesar Rp 9,3 miliar, dari rekening Bank BRI Cabang Metro milik pelaku, yang kemudian dibekukan dan disita sebagai barang bukti," jelasnya.
Barang bukti lainnya meliputi sepeda motor, handphone, serta dokumen-dokumen penting yang digunakan untuk menjalankan aksi kejahatan ini.
Tim penyidik juga mengamankan beberapa bukti tambahan dari lokasi penangkapan, yang akan melengkapi berkas perkara sebelum diserahkan kepada pihak kejaksaan.
Penyelidikan dan Pemeriksaan Saksi
Proses penyelidikan yang berlangsung selama berbulan-bulan melibatkan total 49 saksi.
Para saksi ini mencakup pemilik bidang tanah yang terdampak proyek, anggota Satgas yang bertugas di lapangan, dan beberapa pejabat dari instansi yang terlibat dalam proses pengadaan lahan.
Selain itu, penyidik juga menggandeng ahli hukum dari Universitas Lampung (Unila) dan ahli pertanian dari Universitas Padjadjaran (Unpad) untuk memberikan pandangan profesional tentang keabsahan klaim tanam tumbuh yang dibuat Ilhamnudin.
"Kolaborasi antara penyidik dan para ahli ini sangat penting untuk memvalidasi data serta memastikan bahwa proses hukum berjalan secara objektif dan transparan," paparnya.
Saat ini, berkas perkara tengah disusun secara komprehensif dan akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Lampung untuk proses hukum lebih lanjut.
Ancaman Hukuman dan Langkah Selanjutnya
Ilhamnudin dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
"Pasal ini mengatur tentang tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara, dengan ancaman pidana penjara hingga 20 tahun atau seumur hidup, serta denda maksimal Rp 1 miliar," pungkasnya.